Selasa, 30 Oktober 2012



Prosedur Dasar Audit Akuntansi Keuangan 


Bicara prosedur audit sudah pasti scope-nya sangat luas dan kompleks, tak akan cukup di tulis di media online. Tetapi secara garis besar, prosedur audit hanya terdiri dari 7 (tujuh) langkah saja. Di ruang terbatas ini saya akan perkenalkan prosedur dasar audit selangkah-demi-selangkah. Karena audit, saat ini, juga banyak dipakai di wilayah lain (termasuk di IT), maka judul tulisan ini menjadi: Prosedur Dasar Audit Akuntansi Keuangan (selangkah-demi-selangkah.)


Mengapa Laporan Keuangan Perlu Diaudit?

Secara umum, laporan keuangan perlu diaudit supaya informasi keuangan yang disajikan di dalam laporan keuangan bersifat adil (fair) bagi semua pihak yang berkepentingan (manajemen, pemegang saham, pemerintah, dan kreditur). Kata ‘fair’ dalam hal ini maksudnya: akurat dan tidak bias (tidak disalah-interpretasikan), bapak/ibu dosen di kampus mungkin menggunakan istilah “tidak menyesatkan”.

Apa ukuran “akurat” dan “tidak bias” dalam hal ini?
Akurat – Nilai nominal (angka rupiah/dollar/dll) yang tercantum dalam catatan transaksi sesui dengan bukti transaksi, dan perhitungan-perhitungan matematis sudah benar.
Tidak bias – perlakuan akuntansi (pengukuran, pengakuan, penyajian laporan), termasuk metode/pendekatan/prinsip/asumsi/constraint, yang digunakan dalam proses akuntansi yang diterapkan, telah sesuai dengan PSAK.

Siapa yang memastikan laporan keuangan telah akurat dan tidak bias? Auditor independent. Mengapa auditor independent? Karena, IDEALNYA:
Auditor independent, melalui pelatihan khusus auditing, dianggap memiliki kompetensi yang cukupuntuk melakukan tugas tersebut.
Auditor independent, dianggap mampu bersikap dan memberi pendapat yang tidak memihak(bahasa kerennya “obyektif”) mengenai isi laporan keuangan.

Sungguhkah auditor independent mampu bersikap obyektif dalam bersikap dan memberi pendapat mengenai laporan keuangan yang diperiksa?

Langkah-Langkah Dalam Proses Audit

Langkah-1: Membuat Perencana Audit (Audit Planning)
Langkah-2: Mengumpulkan dan Mengevaluasi Informasi Sehubungan dengan Auditee dan Lingkungannya
Langkah-3: Memeriksa Risiko Salah-Saji Yang Bersifat Material
Langkah-4: Merancang Respon Audit dan Prosedur Audit Lanjutan
Langkah-5: Menjalankan Audit Lanjutan
Langkah-6: Mengkaji Dan Memeriksa Kembali Hasil (Temuan) Audit
Langkah-7: Mengkomunikasikan Hasil (Temuan) Audit

Selanjutnya kita bahas masing-masing langkah tersebut satu-per-satu.

Langkah-1: Membuat Perencanaan Audit (Audit Planning)
Perencanaan audit yang dikenal dengan istilah “audit planning” dimulai dengan mempelajari permintaan (‘pesanan’) dari klien. Berdasarka permintaan ini, auditor membuat rencana kerja audit.

Tingkat kepadatan aktivitas dan waktu yang dibutuhkan dalam fase ini, bervariasi—tergantung apakahauditee (perusahaan yang akan diaudit) baru pertamakalinya ditangani atau sudah kesekian kalinya; perusahaan auditee baru biasanya membutuhkan perencanaan yang lebih banyak, sehingga membutuhkan waktu yang lebih panjang.

Dalam penyusunan rencana audit, ada beberapa faktor yang penting untuk dipertimbangkan oleh auditor, diantaranya:

1. Ekonomi – Secara teori, ada berbagai faktor ekonomi (lokal, nasional, dan internasional), terutama yang dianggap mempengaruhi situasi bidang usaha perusahaan auditee, yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunan rencana audit. Namun dalam prakteknya sangat jarang dilakukan—kecuali untuk situasi yang sangat menghebohkan.

2. Bidang Usaha Perusahaan Auditee – Misalnya: bidang usaha perusahaan auditee adalah kontraktor, maka situasi umum bidang usaha perkontraktoran perlu menjadi pertimbangan dalam penyusunan rencana audit. Khusus faktor ini, auditor biasanya menggunakan pengalamannya di perusahaan-perusahaan lain yang sejenis.

3. Aktivitas Bisnis Perusahaan Auditee – Untuk perusahaan auditee baru, ini membutuhkan waktu yang relative lebih lama (dengan tingkat kepadatan aktivitas yang lebih tinggi) jika dibandingkan dengan perusahaan yang sudah pernah diaudit sebelumnya. Pemahaman mengenai aktivitas bisnis perusahaan auditee (khususnya auditee baru) diperoleh melalui berbagai aktivitas, antara lain:
Melakukan komunikasi (minta keterangan) dengan auditor sebelumnya, yang dikenal dengan istilah “predecessor auditor”; mengunjungi lokasi perusahaan (terutama dimana fasilitas dan aktivitas utama perusahaan berada);
Mempelajari laporan keuangan periode sebelumnya (sebelum dan setelah diaudit) dan laporan interim periode berjalan;
Mempelajari laporan auditor sebelumnya (jika sudah pernah diaudit);
Mempelajari laporan keuangan fiskal (termasuk SPT) periode sebelumnya;
Mempelajari laporan hasil audit pajak (jika sudah pernah diaudit); dan
Mempelajari laporan pajak bulanan jika ada.

Selain ketiga faktor utama di atas, auditor juga perlu meminta informasi (keterangan) dari manajemen perusahaan auditee guna memperoleh input yang lebih lengkap. Untuk auditee yang yang sudah pernah ditangani sebelumnya (sudah termasuk pelanggan), auditor biasanya hanya perlu berkomunikasi dengan pihak manajemen, kalau-kalau ada perubahan signifikan sehubungan dengan aktivitas bisnis auditee (misalnya: perubahan kepemilikan, manajemen, wilayah opersi yang diperluas, pengembangan produk baru, penggunaan sumber pembiayaan yang baru, dlsb). Pihak manajemen perusahaan biasanya diwakili oleh “komite audit” perusahaan auditee—yang terdiri dari dewan direksi, eksekutif, dan internal auditor.

Dengan berbagai informasi yang telah dihimpun dan dipelajari, auditor bisa membuat perencanaan audit yang lebih konkret untuk:
Meminta surat penugasan (engagement letter) dari klien
Menyusun team audit (auditor dan assistant) yang akan ditugaskan (menyangkut jumlah dan kompetensi/level auditor, biasanya managing partner langsung menunjuk nama)
Jadwal kerja audit (menyangkut waktu, lokasi, dan obyek yang akan diaudit dan siapa yang akan melaksanakan). Kecuali audit investigasi, ini biasanya disesuaikan dengan kebijakan operasional perusahaan, agar tidak menimbulkan polemic yang tidak perlu selama proses audit nantinya.
Budget audit (menyangkut total waktu dan perencanaan biaya yang diperlukan untuk melaksankan keseluruhan kegiatan audit).

Secara keseluruhan, bisa dibilang: disamping penentuan jadwal kerja, esensi audit planning adalah menentukan (dan penyusunan) strategy audit, yang akan diterapkan agar tujuan audit tercapai.

Langkah-2: Mengumpulkan dan Mengevaluasi Informasi Sehubungan dengan Auditee dan Lingkungannya

Mengumpulkan dan mengevaluasi informasi sehubungan dengan Auditee dan lingkungannya adalah aktivitas penting yang harus dilakukan oleh auditor untuk:
Mapping awal, sebelum melakukan pemeriksaan terhadap risiko salah-saji dalam laporan keuangan perusahaan auditee.
Merancang alur, waktu dan prosedur audit lebih lanjut
Membuat penilaian (judgment) awal, mengenai: materialitas, kesesuaian laporan keuangan auditee dengan prinsip-prinsip akuntansi, dan identifikasi awal mengenai wilayah yang memerlukan perlakuan audit khusus.

Fase kedua ini, diidentikan dengan apa yang disebut “Risk Assessment”—yang esensinya tiada lain adalah pemetaan kemungkinan adanya kesalahan dan penyimpangan (dalam obyek audit) lebih dini—sebelum risk assessment sesungguhnya dilakukan (di langkah berikutnya). Prosedur risk assessment di tahapan ini biasanya dilakukan dengan berbagai macam aktivitas, antara lain: meminta susunan kepemilikan perusahaan, susunan manajemen dan strukur organisasi secara keseluruhan, melakukan observasi dan inspeksi.

Melalui risk assessment procedure ini, auditor juga berusaha untuk memperoleh berbagai informasi sehubungan dengan: alur operasi perusahaan, kepemilikan, hubungannya dengan pemerintah, hubungan-hubungan istimewa dengan pihak tertentu, metode pembiayaan (debt/equity) jangka pendek dan panjang, misi dan visi perusahaan, strategi dan manajemen risiko yang diterapkan—yang menjadi dasar pijakan pihak manajemen perusahaan auditee dalam menilai kinerja keuangan perusahaan dan penyusunan sistim pengendalian internalnya.

Dengan melakuan itu semua, auditor bisa memperoleh gambaran awal mengenai asersi ( terdiri dari: saldo akun, kelompok transaksi dan disclosure) yang kemungkinan besar mengandung ‘risiko-salah-saji’ (material misstatement risk) tinggi.

ASPEK UTAMA, yang wajib masuk dalam petimbangan di tahap ini adalah aspek SISTIM PENGENDALIAN INTERN (Internal control) yang diterapkan di dalam perusahaan auditee.

Tentu. Tidak semua unsur dan aspek pengendalian internal control perusahaan auditee relevan dengan tujuan audit yang dilaksanakan. Pengendalian intern yang dianggap relevan oleh auditor adalah yang diperkirakan berpengaruh terhadap mampu-atau-tidaknya perusahaan auditee untuk membuat laporan keuangan yang sesuai dengan PSAK.

Seperti diuangkapkan dalam COSO Framework, pengendalian intern (internal control) didefinisikan sebagai suatu proses (yang dipengaruhi oleh dewan direksi, manajemen dan pegawai perusahaan) untuk memberikan jaminan akan terwujudunya:
Pelaporan keuangan yang handal (reliability of financial reporting);
Keefektifan dan efisisensi operasional perusahaan (effectiveness and efficiency of operations); dan
Kepatuhan terhadap peraturan dan perundang-undangan yang berlaku (compliance with applicable laws and regulations)

Dalam konteks audit, pengendalian intern terdiri dari 5 komponen, yang saling berubungan satu dengan lainnya, antra lain:
Lingkungan pengendalian
Pemeriksaan risiko
Aktivitas pengendalian
Informasi dan komunikasi
Pengawasan (monitoring)

Note: lebih detailnya, silahkan baca COSO Framework, yang baru-baru ini (per 2012) mengalami perubahan yang cukup signifikan.

Karena begitu pentingnya aspek pengendalian intern, dalam proses audit, maka auditor diwajibkan untuk memperoleh pemahaman yang cukup mengenai setiap penerapan kompenen internal control tersebut, di dalam perusahaan auditee, sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pemeriksaan risiko salah-saji dan penyusunan strategi audit lanjutan.

Seperti telah disampikan di atas, untuk pemahaman yang cukup mengenai hal ini, auditor tidak saja meminta “dokumen prosedur dan kebijakan”—yang biasanya mencerminkan sistim pengendalian intern perusahaan auditee, tetapi juga melakukan pengamatan (observasi) dan inspeksi di lapangan untuk melihat apakah prosedur dan kebijakan perusahaan telah dilaksanakan dengan benar dan konsisten. Dalam prose ini, auditor selalu melakukan koordinasi dan komunikasi yang diperlukan dengan pigak internal auditor perusahaan.

Hal terakhir yang dilakukan oleh auditor, dalam fase ini, adalah mengasimilasikan dan mensitesiskan pemahaman semua informasi yang mungkin mempengaruhi proses audit secara keseluruhan—terutama sekali terkait dengan wilayah-wilayah yang dianggap mengandung risiko salah saji yang bersifat metrial.

Langkah-3: Memeriksa Risiko Salah-Saji Yang Bersifat Material (Risks of Material Misstatement)

Laporan keuangan (perusahaan auditee) terdiri dari rangkaian asersi (pernyataan) manajemen sehubungan dengan laba-rugi dan posisi keuangan perusahaan, yang presentasikan dalam bentuk transaksi, saldo akun dan diskolsur.

Menggunakan pemahaman yang di peroleh di langkah pertama dan kedua, auditor melakukan pemeriksaan risiko salah-saji yang bersifat material, baik dalam tingkat asersi yang relevan maupun dalam tingkat laporan keuangan secara keseluruhan.

Risiko salah saji yang bersifat material digolongkan menjadi 2 macam, yaitu:
Inherent Risk – Risiko salah-saji yang bersifat inherent alias tidak ada hubungannya dengan pengendalian internal; dan
Control Risk – Risiko yang ada hubungannya dengan efektifitas fungsi internal control (dalam hal ini, sistim pengendalian internal perusahaan auditee dianggap mengalami gagal fungsi atau minimal kurang efektif).

Untuk memastikan apakah risiko salah-saji besifat material memang ada atau tidak, konkretnya, auditor melakukan pemeriksaan terhadap: transaksi, saldo akun dan disklosur, yang dalam langkah-2 sebelumnya diperkirakan mengandung risiko salah saji yang tinggi. Untuk masing-masing asersi (transaksi, saldo akun dan disklosur), auditor mencari tahu:
Apa yang salah (atau tidak sesuai) di sini?
Bagaimana kesalahan (atau ketidaksesuaian) itu terjadi?
Berapa nominal/rupiah yang terlibat dalam salahan (ketidaksesuaian) itu?

Untuk setiap kesalahan (atau ketidaksesuaian) yang ditemukan—terutama yang bersifat material, seorang auditor biasanya berdiskusi dengan anggota team audit lainnya untuk mengetahui apakah anggota team lainnya menemukan kesalahan (ketidaksesuaian) yang sejenis (dengan pola/modus sejenis juga) atau tidak.

Jika iya, maka auditor biasanya mulai mencurigai adanya unsur kesengajaan di dalamnya, yang bisa saja mengarah ke tindakan fraud. Bila diperlukan (dan diminta oleh klien), maka team auditor bisa meminta bantuan team auditor khusus (yang memiliki komepetensi dan sertifikasi khusus) untuk melakukan investigasi fraud, yang biasanya dilakukan oleh Fraud Examiner (yang bertitel Certified Fraud Examiner = CFE).

Proses lain yang tak kalah pentingnya, dalam fase ini, adalah melakukan identifikasi terhadap apa yang disebut dengan “Significant Risk”, yaitu: risiko yang membutuhkan prosedur audit khusus.

Misalnya: Auditor sedang melakukan audit terhadap perusahaan kontraktor. Dalam perusahaan kontraktor, wilayah pengakuan pendapatan-dan-biaya cenderung mengandung risiko salah-saji yang tinggi. Dalam kondisi demikian, auditor bisa memutuskan bahwa wilayah pengakuan pendapatan-dan-biaya membutuhkan prosedur audit khusus.

Prosedur audit khusus yang dimaksudkan di sini yaitu, auditor perlu:
Melakukan evaluasi terhadap rancangan sistim pengendalian yang mestinya bisa mencegah risiko tersebut (sering disebut “control test” saja); dan
Melakukan prosedur substantive (sering disebut “substantive test” saja), yang memiliki tautan jelas dengan risiko yang dimaksud.

(Catatan: kita akan bahas ini di fase berikutnya, langkah-4).

Sayang, ruang ini tidak cukup untuk menampung semua langkah yang diperlukan dalam audit. Terpaksa harus saya penggal sampai di sini dahulu. Di Bagian kedua (segera) akan saya bahas mengenai langkah berikutnya, yaitu:
Langkah-4: Merancang Respon Audit dan Prosedur Audit Lanjutan
Langkah-5: Menjalankan Posedur Audit Lanjutan
Langkah-6: Mengkaji Dan Memeriksa Kembali Hasil (Temuan) Audit
Langkah-7: Mengkomunikasikan Hasil (Temuan) Audit


Senin, 29 Oktober 2012


 Pertimbangan Penting 
Dalam 
Memilih Software Akuntansi


Dalam memilih software akuntansi, ada beberapa hal penting yang wajib menjadi bahan pertimbangan. Gampang-gampang susah, memang. Di satu sisi ada begitu banyak pilihan. Di sisi lainnya jika dilakukan tanpa pertimbangan yang cukup, bukan saja bisa menimbulkan double-cost (beli dua kali), tetapi juga bisa mendatang masalah besar di masa yang akan datang. Bayangkan, jika modul software akuntansi anda tiba-tiba mengalami conflict (apalagi sampai crash), aktivitas perekaman transaksi jadi mandeg, data keuangan historis bisa berantkan, bahkan lenyap!—padahal, data historis sangat penting untuk penyusunan laporan keuangan, laporan pajak, dan input analisis dalam menentukan strategi bisnis ke depan.

Lain daripada itu, setiap software akuntansi memiliki kekhasan masing-masing—baik dalam hal fitur, modul, maupun antar muka sistem. Ini menjadi tantangan tersendiri pada tataran implementasi. Artinya, untuk mengoperasikan saja perusahaan membutuhkan training yang tidak singkat. Setelah di melewati masa training perusahaan masih perlu melakukan evaluasi, maintenance dan pemutahiran (upgrade). Semua itu mengkonsumsi tenaga, pemikiran dan biaya yang samasekali tidak bisa disebut murah.


Secara keseluruhan, pemilihan software akuntansi bukan sekedar: presentasi, tawar harga, instalasi, lalu pakai. Ada beberapa hal penting yang mesti dipertimbangkan dalam memilih software akuntansi, antara lain:
1. Pertimbangan Kemanan (Security)
Untuk software jenis lain, mungkin fitur dan modul menjadi bahan pertimbangan terpenting. Tetapi khusus untuk software akuntansi dan keuangan, faktor keamanan sistem adalah yang terpenting. Di perusahaan (bisnis) manapun, data akuntansi dan keuangan adalah informasi vital—bukan saja harus akurat, tetapi juga harus aman (tidak sampai hilang, apalagi bocor ke luar perusahaan). Risiko ancaman keamanan menjadi semakin tinggi bagi perusahaan yang banyak melakukan pemindahan data secara online, misalnya dengan kantor cabang/pusat, divisi di luar lokasi perusahaan, terlebih-lebih bila banyak melakukan transaksi secara online dengan pelanggan.
Ada 2 sumber anacaman terhadap keamanan data akuntansi dan keuangan:
(a). Sumber Ancaman Dari Dalam (Internal Threats) – Ancaman dari dalam bisa berasal dari softwarenya itu sendiri (tidak bekerja secara akurat, conflict, sistim yang tidak stabil, bahkan tidak berfungsi), bisa juga dari usernya, manipulasi dan pencurian data misalnya. Untuk itu software akuntansi harus didukung oleh parameter dan logika kerja yang jelas sehingga menghasilan data yang akurat, menggunakan kode bahasa yang bersih (bebas conflict), stabil, dan mampu mengakomodasi sistim pengendalian intern perusahaan itu sendiri—setidak-tidaknya memiliki sistim otorisasi akases bertingkat.
(b). Sumber Ancaman Dari Luar (External Threats) – Ancaman dari luar tak kalah bahayanya, ragamnyapun cukup banyak: mulai dari spyware, trojan, virus dan berbagai jenis malware lainnya—yang bukan saja bisa merusak, tetapi juga mencuri data. Ini sangat berbahaya. Mungkin ada yang ingin mengatakan: “Bukankah software akuntansi dan keuangan memiliki data base tersendiri yang biasanya terpisah dari data lainnya di server?” Tidak sepenuhnya demikian. Kenyataannya, sebagian besar software akuntansi dan keuangan memiliki fasilitas export-import file yang bisa menjadi pintu masuknya malware.  Khusus yang bertipe MRP, bahkan bisa tersinkronisasi dengan email—yang sudah terkenal sebagai pintu masuknya malware dari luar perusahaan. Software akuntansi yang bagus mesti terancang sedemikian rupa sehingga loopholes yang biasa menjadi target serangan malware samasekali tertutup. Tak kalah pentingnya, adalah ketersediaan sistem backup data.
2. Pertimbangan Fitur dan Modul
Fitur dan Modul adalah pertimbangan terpenting kedua setelah kemanan. Tentunya sangat tergantung pada tingkat kebutuhan perusahaan. Minimal harus dapat memfasilitasi semua jenis aktivitas transaksi akuntansi dan keuangan.
Urusan modul dan fiturpun bisa dibilang gampang-gampang susah. Dewasa ini nyaris semua software akuntansi memiliki minimal modul standar akuntansi, bahkan ada yang diembel-embeli dengan fitur perpajakan. Tetapi ketika dieksplorasi, hanya menu utamanya yang lengkap. Sedangkan jeroannya miskin dan dangkal. Bahasa sederhananya: fiturnya serba ada tetapi serba sedikit. Tidak dalam. Lebih parah lagi tidak terintegrasi.
Misalnya: modul kas lengkap hingga rekonsiliasi bank, tetapi begitu mencoba menelusuri kasus lebih bayar, mau melacak nomor cek pun tidak bisa karena tidak ada fasilitas search untuk cek. Atau fasilitas accounts payable lengkap hingga A/P ageing, tetapi ternyata tidak tersinkoronisasi akurat dengan Receipt of Good (ROG), tidak bisa di drill-down dari ROG ke Jurnal atau sebaliknya.
Soal fitur dan modul saya rasa tidak perlu dijadikan bahan pertimbangan yang berat-berat, toh sekarang sudah banyak ragam software akuntansi. Ada yang dirancang untuk jenis usaha yang spesifik (banking, real estate, hospitality, manufacturing, dll). Ada juga yang dirancang untuk multi business terintegrasi, lengkap dengan fitur business intelligent modul-nya (yang kelas MRP misalnya). Tinggal mengharmonisasikan tingkat kebutuhan dengan budget saja.
Yang terpenting di sini adalah: bagaiaman perusahaan bisa memilih modul akuntansi dan keuangan yang dapat difungsikan secara efektif, dan mampu mengantisipasi perkembangan bisnisnya di masa-masa yang akan datang. Boleh jadi suatu modul atau fitur belum dibutuhkan saat ini, tetapi mungkin dibutuhkan di masa yang akan datang. Masalahnya: Apakah software akuntansi yang akan dipilih saat ini memungkinkan untuk melakukan itu? Bisakah dimutahirkan (upgrade)? Jika perusahaan kelak ingin membuat modul sendiri, bisakah disinkronisasikan? Dapatkah mengadopsi bolt on softwares?
Saya akan khusus membahas masalah modul software akuntansi dan keangan secara bertahap, mulai dari Kas, A/R, Inventory, Aktiva Tetap, Cost Accounting (dan management acconting lainnya), Payroll, A/P, dan seterusnya satu-per-satu. Paling tidak kriteria dan fitur minimal yang harus terpenuhi.
3. Rancangan Antar-muka (Interface Design)
Tidak diragukan lagi, user-friendly sangat penting. Silahkan memilih software akuntansi keuangan yang tampilannya necis nan kinclong, sepanjang alur process data dan navigasi menunya logis, serta mudah dipahami. Jika tidak, maka hanya akan menjadi software yang indah terlihat tetapi sulit dioperasikan.
Memang, masing-masing user memiliki kebiasaan dan perefernce yang berbeda-beda. Bagi saya itu samasekali tidak penting—hanya soal membiasakan diri. Yang terpenting adalah: alur dan aliran proses kerja sistem mestilah mengikuti alur transaksi, alur dokumen, dan alur fisik opersional perusahaan secara keseluruhan—sesuai dengan rancangan sistim pengendalian intern-nya. Tentunya hal itu bisa dilihat dari bagaimana susunan menu navigasi modul dan fiturnya.
4. Support Dan Layanan
Tidak ada sistem atau software yang sungguh-sungguh sempurna, selalu ada loopholes dan kekurangan—bahkan software akuntansi keuangan yang sudah berkelas MRP sekalipun. Selalau ada bugs. Oleh sebab itu, kebutuhan akan support yang bagus tidak bisa ditawar-tawar. Apakah software akuntansi yang akan dipilih memiliki backup support yang bagus dari developer dan vendornya?
Ya ya ya. Semua vendor dan developer mengatakan “we have a top knot support”. Namanya dagang, sudah pasti jualnya kecap nomor satu. Konsumen yang jeli bisa menilai hal itu  dengan ‘sense’ tertentu saat vendor melakukan presentasi.
Untuk yang tidak memiliki sense itu (karena ini pertama kalinya berurusan dengan software akuntansi), saya sarankan untuk mengunjungi website developer/vendornya, perhatikan baik-baik: apakah vendor/developer memiliki real-time support secara online (chat), apakah menyediakan toll-free, apakah memiliki forum. Jika ada silahkan telusuri keluhan-keluhan pelanggan di forum mereka—apakah selalu mendapat jawaban, apakah jarak antara pertanyaan dengan jawaban hanya berselang beberapa menit, jam atau malah berminggu-minggu?
Jika ada toll-free-nya coba ditelepon, apakah ada yang mengangkat? Jika diangkat, jangan katakan anda calon konsumen, tetapi katakan anda adalah pelanggan yang ingin mengeluhkan software mereka, bagaimana tanggapannya? Support yang buruk akan membiarkan anda menunggu di ujung telepon bermenit-menit.
Hal yang jarang mendapat perhatian serius (terutama oleh vendor dan pengembang lokal) adalah dokumentasi, yaitu manual book. Masih banyak developer yang belum menempatkan manual book sebagai bagian dari support sistem yang penting. Idealnya, manual book mesti bisa menjadi acuan bagi user untuk melakukan trouble-shooting dan maintenance ringan. Jika menurut anda itu penting, tidak ada salahnya minta ditunjukan saat presentasi. Jangan sampai untuk urusan seperti itupun perusahaan harus memanggil pegawai khusus.
5. Pertimbangan Harga
Oke. Saya akuntan tetapi menempatkan harga sebagai bahan pertimbangan akhir. Bukan berarti tidak penting. Pembelian software akuntansi sudah pasti merupakan investasi—yang semurah apapun tetap investasi. Apalagi jika perusahaan berencana untuk menggunakan software akuntansi dan keuangan yang berkelas MRP, jelas bukan pengeluaran yang kecil.
Hanya saja, soal harga adalah soal relatif. Artinya, software akuntansi disebut mahal atau murah tergantung software akuntansi seperti apa yang anda butuhkan (seberapa lengkap modulnya, seberapa tinggi security systemnya, seberapa bagus support sistemnya). Apakah yang dibutuhkan hanya sekedar software yang bisa membuat ‘debit-dan-kredit’ selalu balance, atau software penghasil data yang handal untuk bahan pengambilan keputusan bisnis yang berkwalitas ?
Lain daripada kelima pertimbangan di atas, hal yang tak kalah penting untuk dipertimbangkan adalah: dari sekian banyak pegawai, siapa saja yang akan dilibatkan dalam pemilihan software akuntansi? Calon user sudah pasti perioritas utama. Bukan berarti jika mereka ingin ke kantor mencarter jet anda perlu menurutinya, tetapi faktanya merekalah yang paling tahu persis apa yang dibutuhkan, dan merekalah nanti yang akan bergumul menikmati susah-senangnya menggunakan software yang akan anda beli.
Tentunya, jika perusahaan memiliki team IT yang cukup, keterlibatan mereka sangat penting dalam pemilihan software akuntansi. Bagaimanapun juga, mereka memiliki pemahaman yang jauh lebih baik dibandingkan user lainnya untuk urusan tehnis software, termasuk software akuntansi.


Kamis, 11 Oktober 2012

LAPORAN KEUANGAN



DEFINISI AKUNTANSI


Akuntansi adalah suatu proses mencatat, mengklasifikasi, meringkas, mengolah dan menyajikan data, transaksi serta kejadian yang berhubungan dengan keuangan sehingga dapat digunakan oleh orang yang menggunakannya dengan mudah dimengerti untuk pengambilan suatu keputusan serta tujuan lainnya. Selain itu, akuntansi dapat diartikan sebagai seni dalam mengukur, berkomunikasi dan menginterpretasikan aktivitas keuangan. Secara luas, akuntansi juga dikenal sebagai “bahasa bisnis”.Akuntansi berasal dari kata asing accounting yang artinya bila diterjemahkan kedalam bahasa indonesia adalah menghitung atau mempertanggungjawabkan. Akuntansi digunakan di hampir seluruh kegiatan bisnis di seluruh dunia untuk mengambil keputusan sehingga disebut sebagai bahasa bisnis.


FUNGSI AKUNTANSI 

Fungsi utama akuntansi adalah sebagai informasi keuangan suatu organisasi. Dari laporan akuntansi kita bisa melihat posisi keuangan sutu organisasi beserta perubahan yang terjadi di dalamnya. Akuntansi dibuat secara kualitatif dengan satuan ukuran uang. Informasi mengenai keuangan sangat dibutuhkan khususnya oleh pihak manajer / manajemen untuk membantu membuat keputusan suatu organisasi.


PENGERTIAN LAPORAN KEUANGAN

Laporan keuangan adalah catatan informasi keuangan suatu perusahaan pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja perusahaan tersebut. Selain itu laporan keuangan diartikan sebagai ringkasan dari proses akutansi selama tahun buku yang bersangkutan yang digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap data atau aktivitas perusahaan tersebut.


TUJUAN LAPORAN KEUANGAN


Menurut Standar Akuntansi Keuangan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia tujuan laporan keuangan adalah Meyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan.


CARA MUDAH MEMBUAT LAPORAN KEUANGAN

Salah satu fungsi dari laporan keuangan adalah salah satunya adalah untuk membantu pihak manajemen untuk mengambil keputusan. Dalam mengambil keputusan tersebut harus di dasari atas informasi yang dapat di pertanggungjawabkan. Salah satu alat bantu dalam membuat laporan keuangan di sini adalah Software Akuntansi.


Informasi
Jl. Kaliurang Km.6,5,Gang Timor-timur 

No. D9,Sleman, Yogyakarta
(0274) 880066









referensi


http://id.wikipedia.org/wiki/Akuntansi

http://id.wikipedia.org/wiki/Laporan_keuangan